Filled Under:
,

KEMANA PERGINYA UANG UMAT ISLAM?

KEMANA PERGINYA UANG UMAT ISLAM?

Oleh
Ustadz DR Muhammad Arifin Badri MA

PENDAHULUAN
Bulan suci ramadhan tak lama lagi akan tiba, dan nuansa religi ibadah dan perayaan hari raya Iedul Fitri mulai dirasakan umat Islam. Semangat ibadah dan kesucian hati yang selalu berkembang pada bulan suci ini pelan namun pasti mulai terasa di tengah-tengah masyarakat. Wajar bila, satu demi satu dari berbagai hal terkait dengan keduanya mulai semarak diperbincangkan.

Antusiasme umat Islam yang begitu besar terhadap kedatangan bulan suci Ramadhan dan hari raya Iedul Fitri sangat beralasan. Betapa tidak, bulan ini memiliki beribu-ribu keistimewaan dan mendatangkan berjuta-juta keberkahan.

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجِنَانِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَنَادَى مُنَادٍ : يَابَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَابَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَاللَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُل لَيْلة

“Bila malam pertama bulan Ramadhan telah tiba, maka seluruh setan dan jin gentayangan di belenggu. Seluruh pintu neraka ditutup, tidak satu pintupun yang masih terbuka. Sebaliknya, seluruh pintu surga dibuka, dan tidak satu pintupun yang tertutup. Lebih dari itu, ada penyeru yang berkata. ‘Wahai para pencari kebaikan bergegaslah dan wahai pencari kejelekan berhentilah!. Dan pada setiap malam Allah memerdekakan sebagian hambanya dari ancaman siksa neraka” [HR, at-Tirmidzi dan lainnya]

Sebagaimana perayaan Iedul Fitri walaupun Anda lakukan setiap tahun, namun tetap saja mampu mendatangkan kebahagian yang tidak pernah dapat ditebus dengan apapun. Karena itu Anda senantiasa menanti-nantikan kesempatan ini, dan rela berkorban dengan apapun demi merasakan keindahannya di tengah-tengah keluarga. Biaya yang mahal, jauhnya perjalanan dan lelahnya menghadapi kemacetan jalan, dalam sekejap semuanya sirna bila Anda berhasil merasakan kehangatan Iedul Fitri di tengah orang-orang yang Anda cintai.

Hari besar ini tidak pernah surut mengobarkan kerinduan dalam batin Anda kepada kampung halaman dan kedamaian bercengkrama dengan keluarga. Iedul Fitri begitu istimewa dalam hidup Anda, karena terbukti mampu mengantarkan Anda kepada kenangan hidup keluarga semasa Anda kecil, namun dalam suasana dan keadaan yang berbeda. Betapa tidak, setelah Anda berhasil mewujudkan sebagian cita-cita dan merasakan indahnya sukses dalam urusan dunia, kenangan masa indah semasa kanak-kanak kembali bangkit. Kondisi semacam ini tentu terasa istimewa, sehingga Anda rela berkorban dengan apapun untuk mendapatkannya.

PENGORBANAN DEMI KENANGAN INDAH IEDUL FITRI
Indahnya nuansa berlebaran di tengah-tengah-tengah handai taulan tercinta di kampung halaman, terlanjur menguasai perasaan Anda. Akibatnya Anda tidak pernah menyoal berapapun biaya yang harus anda tanggung dan seberat apapun perjuangan yang harus Anda lalui.

Kondisi ini bukan hanya terjadi pada diri Anda seorang, namun juga terjadi pada seluruh umat Islam, termasuk penulis. Walau demikian tidak sepantasnya keindahan perayaan Iedul Fitri menjadikan kita lalai dan lupa daratan.

Benar Islam merestui Anda untuk bersenang ria dan menikmati hasil jerih payah Anda selama satu tahun.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ أَبُو بَكْرٍ وَعِنْدِى جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِى الأَنْصَارِ تَغَنِّيَانِ بِمَا تَقَاوَلَتْ بِهِ الأَنْصَارُ يَوْمَ بُعَاثٍ قَالَتْ وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ فَقَالَ أَبُوبَكْرٍ أَبِمُزْمُورِ الشَّيْطَانِ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ فِى يَوْمِ عَيدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ((يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا))

“Aisyah Radhiyallahu anhuma mengisahkan : Pada suatu hari raya, ayahku Abu Bakar Radhiyallahu anhu datang ke rumahku, sedangkan saat itu ada dua anak wanita kecil dari putri-putri kaum Anshar menyenandungkan slogan-slogan (yel-yel) kaum Anshar pada peperangan Bu’ats, namun keduanya bukanlah biduanita terlatih. Menyaksikan keduanya, ayahku Abu Bakar Radhiyallahu anhu langsung menghardik dan berkata, ‘Layakkah ada seruling-seruling setan di dalam rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Mendengar hardikan ayahku, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai Abu Bakar, sejatinya setiap kaum pastilah memiliki hari perayaan, dan hari ini adalah hari perayaan kita” [Muttafaqun ‘alaih]

Walau demikian, bukan berarti Islam membenarkan anda melampui batas sehingga perayaan Iedul Fitri Anda lepas kontrol dan tanpa ukur.

Pada suatu hari saya membaca suatu berita bahwa untuk menyambut perayaan Iedul Fitri tahun 1432H, BI menyiapkan dana tunai sebesar Rp 61,36 triliun. Namun pada kenyataannya, prediksi BI ini tidak tepat, bahkan jauh dari kenyataan yang terjadi di lapangan. Dalam kurun waktu sekitar 4 minggu ini, ternyata dana tunai yang diserap oleh masyarakat, terutama umat Islam mencapai angka fantastis. Tahukah Anda berapa jumlah yang diserap oleh umat Islam dalam waktu yang sangat singkat tersebut?

Deputi Direktur Pengedaran Uang BI, Bapak Adnan Djuanda menjelaskan bahwa hingga H-5 permintaan umat Islam terhadap uang receh telah mencapai Rp. 77 triliun. Angka ini jauh melebihi permintaan umat Islam pada periode sebelumnya yang mencapai 54,78 triliun. Dengan demikian permintaan pecahan uang kecil yang mencerminkan nilai belanja umat Islam mengalami peningkatan sebesar 12%

Walau demikian, sadarkah Anda bahwa banyak dari dana tersebut tidak mengalir ke kantung-kantung umat Islam, namun mengalir ke kantung-kantung umat lain. Silahkan Anda cermati pusat-pusat perbelanjaan yang paling banyak dibanjiri oleh umat Islam selama bulan Ramadhan, niscaya Anda dapatkan kebanyakannya milik umat lain.

Akan tetapi coba Anda amati hari-hari besar umat lain, adakah dari umat Islam yang turut menikmati berkahnya perayaan mereka?

Bila demikian adanya, mengapa selama ini umat Islam seakan-akan tidak perduli akan fakta ini ?

KEMANA UANG UMAT ISLAM SEBESAR ITU MENGALIR?
Angka di atas, mungkin tidak pernah anda bayangkan sebelumnya, namun itulah kenyataan. Dan disaat yang sama, mungkin Anda terheran mendapatkan fakta yang selama ini dilupakan oleh banyak orang. Kemampuan membelanjakan uang begitu besar dan dalam tempo waktu yang begitu pendek, adalah bukti nyata bahwa umat Islam sejatinya kaya

Bagaimana tidak kaya, angka di atas yaitu Rp 77 triliun hanyalah angka kasar, karena itu sebatas uang yang secara resmi dicairkan oleh BI. Adapun data tepatnya, yang mencakup uang yang oleh masyarakat disimpan di bawah bantal, atau brangkas pribadi, dan lainnya tidak ada yang tahu jumlahnya.

Andai dana begitu besar ini diinvestasikan pada proyek yang produktif, tentu dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang besar. Dan andai umat Islam menyisihkan sebagian dana yang di belanjakan untuk perayaan Iedul Fitri, guna menyantuni fakir miskin tentu banyak yang dapat terentaskan dari kemiskinan.

Coba Anda renungkan, bila dana sebesar 77.000.000.000.000 (77 triliun) dibagi-bagikan kepada masyarakat miskin yang kebanyakannya beragama Islam niscaya mayoritas mereka terentaskan dari kemiskinan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah rakyat miskin di Indonesia pada bulan Maret 2011 adalah 30,02 juta jiwa. Dengan demikian bila uang sebesar 77 triliun dibagikan kepada mereka maka masing-masing bisa mendapatkan paling sedikit 2,4 juta rupiah. Tentu uang sebesar ini bagi rakyat miskin sangat berarti dan bahkan bisa menjadi modal untuk usaha guna menyambung hidup keluarga mereka.

Namun kenyataannya dana tersebut dibelanjakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang bersifat konsumtif, sehingga tidak banyak memberikan nilai positif bagi kesejahteraan umat. Hanya segelintir orang, yaitu para pedagang yang dapat menikmati derasnya aliran dana umat.

Coba Anda kembali mengingat apa yang kemarin anda lakukan ketika merayakan Iedul Fitri. Berapa pasang baju baru yang Anda beli, sepatu atau sandal,dan berapa jenis makanan yang anda siapkan. Pada saat itu terkesan Anda seakan kekurangan baju yang layak pakai, dan seakan Iedul Fitri anda tidak sah bila tidak menyediakan hidangan dan kue yang beraneka ragam.

Tidak kah Anda ingat sabda Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini.

كُلُوا وَاشْرَبُوا وَالْبَسُوا وَتَصَدَّقُوا، فِى غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلاَ مَخِيْلَةِ

“Makan dan minum, berpakaian dan bersedekahlah, tanpa ada sikap berlebih-lebihan dan kesombongan” [HR Al-Bukhari]

Lebih ironis lagi, perayaan Iedul Fitri telah beralih fungsi dari perayaan yang bernuansa ibadah dan syukur atas nikmat terlaksananya ibadah puasa, menjadi ajang pamer. Pamer baju baru, kue, perhiasan, kendaraan baru dan lain sebagainya.

Wajar bila nilai-nilai keimanan dan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari raya dari tahun ke tahun semakin luntur. Terlebih kesadaran tentang nilai-nilai ubudiyah kepada Allah Azza wa Jalla. Nilai ubudiyah yang terpancar pada kepatuhan Anda untuk menahan diri dari makan dan minum selama satu bulan penuh, lalu pada hari raya Anda dilarang dari berpuasa. Sebulan kepatuhan Anda diwujudkan dalam menahan diri dari makan dan minum, dan pada hari raya sebalikya, Anda beribadah dengan makan dan minum.

Ubudiyah kepada Allah Azza wa Jalla bukan terletak pada amaliyah lahir semata, namun lebih pada kepatuhan Anda kepada segala perintah dan larangan, apapun bentuknya. Ubudiyah bisa berupa makan dan minum, sebagaimana dapat terwujud pada menahan diri dari keduanya.

Namun, apa boleh dikata bila ternyata umat Islam lebih menekankan pada penampilan lahir, seakan Iedul Fitri hanya sekedar bersenang-senang dengan pakaian baru, dan hidangan enak.

Saudaraku! Renungkan penuturan Ummu ‘Athiyah, semoga Anda dapat membandingkan perayaan Iedul Fitri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shabat dengan perayaan Anda.

قَالَتْ يَارَسُوْلَ اللَّهِ عَلَى إِحْدَانَا بَأسٌ إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهَا جِلْبَابٌ أَنْ لاَتَخْرُج؟ فَقَالَ لِتَلْبَسَهَا صَا حِبِتُهَا مِنْ جَلَبَابِهَا فَليَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ

“Aku bertanya : Wahai Rasulullah, apakah kami berdosa bila kami tidak memiliki jilbab sehingga tidak turut menghadiri shalat Iedul Fitri? Maka Rasulullah menjawab : Hendaknya temannya meminjamkan jilbab kepadanya, sehingga ia turut serta mendapatkan kebaikan dan tercakup oleh doa-doa umat Islam” [HR Al-Bukhari]

Demikianlah, mereka merayakan Iedul Fitri, nilai-nilai ibadah lebih mereka tekankan, dibanding penampilan. Hari raya telah tiba, namun masih ada Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang belum mempunyai jilbab yang dapat digunakan menutup auratnya ketika keluar rumah.

Walau tidak memiliki jilbab, mereka tidak putus asa untuk turut serta menyemarakan ibadah Iedul Fitri sebagai upaya mendapatkan berkah kepatuhan kepada Allah Azza wa Jalla.

Andai umat Islam di zaman sekarang kembali menekankan pada nilai-nilai ibadah dibandingkan penampilan, niscaya potensi dan kekayaan mereka tidak dihambur-hamburkan seperti saat ini.

Saudaraku! Camkanlah pepatah Arab berikut ini:

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمِنْ طَاعَاتُهُ تَزِيْدُ

“Bukanlah ‘ied itu milik orang yang berbaju baru, namun ied adalah milik orang yang ketakwaannya maju nan menderu”.

PENUTUP
Semoga paparan sederhana ini menggugah iman Anda, sehingga anda tidak menghamburkan uang hasil jerih payah Anda dalam hal-hal yang kurang bernilai. Semoga tulisan ini mengingatkan Anda bahwa hasil kucuran keringat Anda selama ini alangkah indahnya bila Anda titipkan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Betapa banyak pintu-pintu surga yang terbuka di sekitar Anda, namun betapa sedikit yang berhasil Anda raih dengan harta kekayaan Anda.

Wallahu ta’ala a’lam bisshawab

Sumber : http://almanhaj.or.id/content/3689/slash/0/kemana-perginya-uang-umat-islam/

0 komentar:

Post a Comment

Copyright @ 2013 Belajar, Beramal, dan Menyampaikan tentang Islam.